Bahan Pakan Nonkonvensional

Bahan Pakan Nonkonvensional
Bahan Pakan Nonkonvensional dapat diklasifikasikan berbeda-beda, namun Nityanand Pathak (1997) dalam teksbook of feeding processing technology mengklasifikasikan sebagai berikut:
·         Konsentrat inkonvensional
·         Hijauan inkonvensional
Klasifikasi ini berdasarkan pada umumnya. bahan pakan konsentrat merupakan bahan makanan ternak non hijauan dengan serat kasar maksimal 18%dari bahan kering.

Jerami
Jerami tidak asing lagi bagi petani peternak di Indonesia. Hal ini karena ketersediaannya cukup melimpah terutama saat panen raya padi tiba. Jerami tersebut dimanfaatkan sebagai campuran atau makanan ternak jika persediaan hijauan segar tidak mencukupi kebutuhan konsumsi ternak. Kendala keterbatasan jerami sebagai pakan adalah minimnya kandungan nutrisi limbah pertanian tersebut. Jerami umumnya mengandung energi neto yang rendah per satuan berat. Kadar seratnya tinggi, yaitu dalam keadaan kering mengandung serat kasar lebih dari 10%. Sehingga nilai hayati jerami padi sangat rendah. Daya cernanya sekitar 40%, jumlah konsumsinya di bawah 2% bobot badan ternak, dan kadar proteinnya 3%--5%.

Rendahnya tingkat kecernaan jerami padi karena ikatan yang terjadi pada jerami padi (selulosa dan hemiselulosa) ini sulit dipecah mikroba rumen. Sehingga, jerami yang dikonsumsi ini pun sulit dicerna dan banyak yang tidak dimanfaatkan pencernaan ruminansia. Dengan melihat komposisi zat nutrisi jerami yang tergolong marginal itu, untuk mencapai hasil optimal dalam penggemukan ternak ruminansia, perlu juga ditambahkan makanan penguat (konsentrat). Jerami padi sangat potensial dihasilkan petani. Dari inventarisasi limbah pertanian Jawa dan Bali, diperoleh hasil produksi limbah pertanian rata-rata 28,7 juta ton/tahun, dan 67,2% berupa jerami padi. Khususnya pada musim kemarau, jerami dapat didayagunakan untuk mengatasi fluktuasi persediaan pakan. Jerami padi merupakan salah satu sumber pakan hijauan amat penting. Kondisi ini terlihat nyata terutama pada daerah-daerah rawan kekeringan seperti di Kabupaten Grobogan, Blora, Rembang, Wonogiri, dan lain-lain.

Perbaikan nilai gizi bisa dilakukan melalui pengolahan limbah pertanian secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Salah satu di antaranya untuk meningkatkan mutu jerami padi dengan menginovasi teknologi berupa amoniasi jerami. Prinsipnya, memperlakukan khusus jerami dengan metode pengolahan menggunakan amonia (NH3).

Fungsi amonia di sini untuk menghancurkan ikatan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan faktor penghambat utama daya cerna jerami. Di samping itu, juga amonia berperan memuaikan serat selulosa, memudahkan penetrasi enzim selulosa dan mengangkat kandungan protein kasar melalui peresapan nitrogen. Harapannya, dengan adanya jerami amoniasi, petani peternak dapat meningkatkan pemanfaatan jerami hasil limbah pertanian sebagai pakan ternak untuk menunjang tingkat produktivitas ternak.